La Liga kelihatannya gemerlap. Real Madrid dan Barcelona adalah dua klub jagoan mereka. Tetapi justru di situ masalahnya. Hanya ada dua tim mega raksasa itu yang bisa bicara. Bukan cuma soal persaingan juara, tapi juga penghasilan. Artinya, La Liga tidak kompetitif.
Sebagai salah satu kompetisi besar (maju) di dunia, La Liga ternyata menyimpan borok. Keuangan mereka sangat keropos. Tidak sehat. Tentu saja seperti liga lain di Eropa, mereka juga terpengaruh krisis finansial benua biru tersebut.
bangkrut!
Namun penyebab utama kekeringan sumur uang sejumlah klub Spanyol adalah minimnya cash flow in dari hak siar televisi. Yang mereka peroleh tidak signifikan. Di Primera Liga alias divisi utama, ada 18 klub yang berebut 50% share hak siar tv. Kemana 50% lainnya? Ya dikantongi Madrid dan Barca!
perbandingan income hak siar
Coba lihat tabel perbandingan income hak siar di atas. Pendapatan hak siar tv yang diperoleh Atletico Madrid adalah ketiga terbesar di Spanyol. Tapi jumlah euro yang diterima Los Rojiblancos kalah besar dari klub sekelas West Ham United atau Fulham yang berada di peringkat 8-9 dalam hal income hak siar tv di Inggris.
Pengelola La Liga (LFP) seakan tak punya “gigi” jika harus berhadapan dengan anggotanya. Setiap awal musim, kompetisi mereka selalu diganggu oleh isu “langganan” yang isinya ancaman mogok karena pembagian hak siar yang tidak fair. Penglola makin ompong jika berhadapan dengan Madrid dan Barca yang dengan leluasa bisa menjual paket pertandingannya sendiri ke stasiun tv.
Sekarang, titik kulminasi krisis keuangan di klub Spanyol terjadi. Klub sekelas Real Zaragoza, yang pernah enam kali juara Piala Spanyol, meminta dimasukkan ke kandang administrasi alias memasang sendiri status “menuju bangkrut”. Bersama 5-6 klub lain, Zaragoza ingin agar kepemilikan klub dilelang hingga ada investor baru yang bisa menjamin kucuran uang dan klub tetap berdiri.
Sejumlah pengamat keuangan dan manajemen di Spanyol menilai klub-klub Spanyol sering memaksakan diri untuk menggaji besar para pemainnya. Maksudnya supaya pemain mereka bisa meningkatkan kemampuan sehingga mampu bersaing dengan Madrid atau Barca. Padahal kemampuan kas mereka tidak memungkinkan.
Apa boleh lacur. Madrid dan Barca memang menjadi tolok ukur. Klub seperti Atletico, Valencia atau Villarreal menjadikan duo raksasa itu sebagai fatamorgana. Entah apakah beberapa klub semenjana itu juga tahu bahwa Barca pun harus sempat berhutang guna membayar gaji skuadnya yang sangat besar itu. Meski hutang itu tidak besar, terlihat bahwa Barca pun punya masalah (finansial)!
Minimnya income hak siar televisi dan besar pasak dari pada tiang ditambah lagi dengan lesunya pasar transfer pemain. Valencia yang memasukkan 14 pemainnya ke dalam bursa transfer, hingga kini baru bisa melepas satu pemain. Itu pun hanya pinjaman (data dari harian Top Skor edisi 22 Juni 2011). Akibatnya sumber dana masuk makin berkurang.
Klub Spanyol pun kini tak bisa lagi mengandalkan usaha sampingan mereka sebagai pengembang real estate. Lesunya daya beli/sewa karena krisis keuangan Eropa ikut menghantam. Lengkap sudah.
Kini LFP dihadapkan pada kewajiban untuk segera mencari solusi bila tak mau terbukti kolaps. Rencana untuk mengatur pengeluaran klub-klub Spanyol sedang disiapkan. Ini sejalan dengan kebijakan UEFA. Seharusnya ini bisa menjadi jalan keluar yang bagus. Semua harus tetap kembali ke prinsip dasar keuangan: jangan belanja lebih besar dari modal. Sesederhana itu sebenarnya.
—
© image: sdnn.com
© tabel: Forza Futbol
